Wednesday, October 24, 2018

Aji ning diri saka lathi, Aji ning rogo soko busono, Agama ageming ati


Judul tulisan ini adalah pepatah Jawa yang sarat akan makna tentang berperilaku didunia yang tak seberapa lama ini.
  
Aji ning diri saka lathi: artinya adalah harga diri seseorang itu dapat dilihat dan dipercaya serta dihargai dari apa yang keluar dari mulutnya. Karena kepribadian yang murni itu tergambar dalam ucapan dan tutur kata sebagai penampilan mencerminkan "it's me". Pepatah ini menyangkut tentang betapa berarti harga diri (bisa diartikan sifat, kelakuan) seseorang yang bisa dilihat dari cara bicaranya. Lathi disini diartikan sebagai lidah. Seringkali seseorang mendapat masalah besar karena lidahnya, bisa dari cara bicaranya yang ngawur atau sembrono. Tapi tak jarang pula kita mendapat suatu kemudahan karena menjaga lidah kita. Bagi orang jawa khususnya orang jogja atau solo misalnya hal ini bukanlah sulit atau aneh karena memang totokoromo yang demikian sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari didalam keluarga dan ditengah-tengah masyarakat.
Jika kita sering bicara kasar atau kotor maka dengan sendirinya orang lain akan menganggap kita adalah orang yang cenderung negatif, karena ucapan gak jauh dari isi kepalanya. (beda kalo ngomong kasarnya cuma sekali dalam 4 tahun hihihihihi)

Pribahasa ini merupakan nasihat agar kita berhati-hati terhadap kata dan kalimat yang kita ucapkan. Sepatah dua patah kata yang meluncur dari lisan kita akan didengar dan diperhatikan oleh orang lain. Maka karenanya setiap ucapan harus diiringi dengan pertimbangan yang matang, disertai dengan pemikiran yang jernih, karena sesungguhnya kekuatan kepemimpinan ada dalam integritas, ada dalam pengendalian diri, ada dalam kemampuan berpikir tentang ide dan gagasan-gasan besar lalu mewujudkannya.

Apabila sesorang yang sering berbohong dan tidak konsisten dalam berkata-kata, lama-kelamaan orang akan hilang kepercayaan. Siapapun yang suka mengucapkan kata-kata pedas, kasar, menusuk hati, tentu akan sulit membangun persahabatan dan orang demikian ini akan dianggap sebagai pribadi yang punya kecenderungan suka melukai perasaan orang lain.
Jadi sob… bisa dibayangkan bila kita adalah sorang pemimpin, baik pemimpin di dalam keluarga apalagi pemimpin di tengah-tengah masyarakat dan terutama pemimpin sebuah bangsa, yang “lathi”nya kerap bunyi semau gue yang menyinggung orang lain bahkan menyakiti orang lain.
Sebaliknya jika lidah kita dijaga dengan berbicara yang positif dan sopan sebagaimana mestinya tentu akan membawa citra positif juga (bukan berarti pencitraan juga yak).

Jadi sekali lagi bahwa lidah/ucapan akan sangat berpengaruh, terlebih lagi saat hidup bermasyarakat (tidak termasuk hidup di hutan), sering kali cekcok antar tetangga terjadi karena lidah yang tak bisa dijaga. Fitnah sana-sini, mengumpat tak tentu arah atau menggosip. Kenapa bisa sampe segitu parahnya sih? Ya iya lah panjang terowongan bisa diukur, tapi kalau panjang tenggorokan siapa yang tau, terlebih bagi yang pandai bersilat lidah, iya khan sob..? 

Ajining diri soko lathi dalam perkembangan jawa, lidah akan sangat menjadi tolak ukur seseorang dalam menilai orang lain. Unggah ungguh atau sopan santun dalam berbicara dalam budaya (jawa) adalah suatu hal wajib yang harus ditaati, baik tua maupun muda tanpa pandang bulu. 

Ajining rogo soko busono: Secara kasat penampilan (appereance) itu mewakili diri kita. Mari kita tengok maaf gelandangan atau pengemis dengan pakaian yang kumal, apa yang pertama kali kita pikirkan?

Lebih gampangnya, di sekolah, di kantor atau dimana aja kalo kita ngeliat orang dengan pakaian yang gak disetrika atau lusuh pasti hal pertama yang terlintas adalah malas "dih ngurus pakaian sendiri aja malas apalagi ngurus yang lain" nah itulah contoh hal pertama yang ada dipikiran orang saat melihat pakaian yang kurang rapi. Sebaliknya mari kita mereviwe ingatan kita tentang penampilan seorang customer service sebuah bank misalnya atau public relation sebuah perusahaan jasa besar, hmmmm anda pasti langsung luluh dan bahkan “manut” dan tertaklukkan kan.... ketika dia menjelaskan tentang aneka produk perusahaan dia? 

Memang sih seseorang tak selamanya juga bisa dinilai cuma dari cara bicara dan pakaiannya, terlebih ada banyak juga success story yang berpenampilan “acakadut”, tapi gak ada salahnya untuk menjaga kerapian kita kan? Minimal untuk tidak dikatan bahwa kita ini sudah miskin gagal tapi sombong hanya karena berpenampilan semau gue tanpa melihat tempatnya. 

Jadi mulailah menghargai diri sendiri dengan menjaga kerapian kita, sehingga dengan begitu dapat mengirim energy positif bagi lawan bicara dan lingkungan sekitar yang melihat. Tak perlu mewah untuk terlihat cantik dan gagah, hanya perlu rapi untuk menjadikan kita seseorang yang elegan dan tak perlu pengawal untuk menjaga kita, selagi kita masih bisa menjaga lisan kita. 


Agama ageming ati: Dalam pengertian ini bukan apa yang tercantum di KTP, melainkan lebih dari itu, yakni nilai-nilai yang mengatur sendi-sendi kehidupan manusia. Karenanya agama sering disebut sebagai ageming ati. Jika kita muslim maka sikap kita harus mencerminkan bahwa kita seorang muslim, dengan segalanya yang menandakan bahwa memang benar kita seorang muslim.

Jangan sampai, kita pakai pakaian tapi tetap bertingkah laku seperti orang telanjang, atau orang melihat kita tidak ada bedanya dengan telanjang, atau kita dengan tanpa sadar bertingkah laku konyol sehingga menelanjangi diri sendiri. Ageming ati dengan kata lain membuat perubahan yang medasar terkait tingkah laku dan tindakan yang baik, sehingga kita dengan sendirinya mempunyai wibawa dan kehormatan, marwah diri kita terjaga sehingga tanpa harus dibuat-buat pun kemudian pihak lain akan menghormati kepribadian kita dengan sendirinya.

NGONO LOH..SONTOLOYO!