Siang itu mobil bututku meluncur santai dikemacetan Kota Malang
menuju kearah utara, aku hendak menghabiskan waktu dengan menghirup udara
segar di Kota Batu. Meskipun jam sudah menjelang pukul 12.00,
tetapi karena masih dimusim hujan
cuacanya tetap sejuk dan tidak terlalu panas. Sengaja aku tidak menggunakan AC
dengan membuka jendela mobil, aku menyulut 234 sahabat setia kegemaranku. Jalanan
ramai lancar, baik yang menuju kearah Kota Batu dan sebaliknya. Memasuki
wilayah Kota Batu aku tolah-toleh kesana kemari,
mobilku melaju perlahan, sambil nyetir aku coba amati, bahwa ternyata kota ini
sudah banyak berubah, kemajuan perekonomian dan pembangunan seiring-sejalan,
jelas tampak disisi kiri dan kanan jalan menuju ke arah kota. Demikian halnya warung,
rumah makan, restauran coffe shop, pusat oleh-oleh (tidak ada yang cabang
oleh-oleh) banyak berdiri tumbuh bagaikan jamur dimusim hujan. Padahal
seingatku bahwa di malam tahun 2016 yang lalu adalah saat terakhir aku mengunjungi
kota ini bersama keluarga situasinya masih belum begini amat (mungkin karena
waktu itu malam hari).
Kembali dengan perjalananku; di Kota Batu aku berhenti
dijalan utama menuju ke balai kota, disalah satu warung pecel yang dahulu
menjadi langgananku, selesai menikmati sepiring makan siang, aku meneruskan
perjalan terus naik kearah Balai Kota Batu, dan ketika sudah melewati Hotel
Kartika Wijaya Batu betapa aku terpana. Untuk menjawab rasa penasaranku aku bergegas
mencari tempat parkir, sterusnya menelusuri trotoar dan menemukan tempat duduk
yang adem. Dihadapanku diseberang jalan, tanah luas yang dahulu tempat berdiri
kokoh konstruksi hotel yang gagal dibangun akibat krismon pada tahun 1998-1999, kini dilokasi yang sama berdiri
bangunan megah, bangunan ini tak lain adalah Kantor Walikota Batu yang diberi
nama “Pendopo Among Tani” demikian tertulis disana. Membaca papan nama gedung
ini membuat aku tersenyum, karena Kota Batu kini memang sudah sangat jauh
berbeda dengan dahulu. Pemkot Batu dibawah Pimpinan Eddy Rumpoko sebagai
Walikota kini benar-benar terlihat bersinar dan kinclong dalam segala aspek
kehidupannya. Baik itu kehidupan ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, kehidupan
politik dan demokrasinya dan seterusnya,
kemajuan disegala aspek inilah yang membuat setiap orang yang hidup dan berada
di kota ini terlihat sehat dan selalu menyapa ramah kepada siapa saja.
Keberadaan Pendopo Among Tani ini sepertinya sebuah monumen yang
meneguhkan integritas serta komitmen yang dimiliki oleh sang Walikota dan
masyarakatnya, meneguhkan keberadaan Kota Batu sebagai sebuah kota kecil dengan
masyarakat tani yang hidupnya kini lebih bersinar yang telah berhasil juga “berprestasi”
dalam segala aspek kehidupannya. Keberadaan gedung pemerintahan ini terlihat
digagas sedemikian rupa untuk benar-benar bisa dimiliki oleh rakyat mBatu,
tanpa pagar dan sekat yang cenderung melambangkan keangkuhan kekuasaan, taman
yang luas ditata indah, tempat bermain yang indah dan sehat bagi anak-anak, ditambah dengan Masjid yang sangat representatif
untuk dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke
Kota Wisata Batu untuk menunaikan segala urusannya masing-masing dengan Allah.
Kesemuanya itu menyadarkanku bahwa 8 tahun Kota Batu bekerja keras siang dan malam,
bahu membahu dibawah kepemimpinan Eddy Rumpoko,
dengan PAD dan APBD yang pas-pasan kini telah membuahkan hasil yang
nyata. Menghadirkan mimpi dan harapan senyata-nyatanya dalam keseharian rakyat
Batu. Konon berdirinya Pendopo ini
adalah murni dibiayai oleh APBD Kota Batu selama hampir 5 tahun anggaran, sampai saat ini tidak ada sedikitpun bantuan
dari APBD Prov. Jatim dan APBN yang masuk dan menempel dibagian manapun di
gedung ini. Artinya bahwa gedung ini bisa berdiri megah sekali lagi adalah karena
dan merupakan wujud nyata dari kristalisasi keringat seluruh rakyat mBatu.
Sehingga tidak berlebihan jika oleh Walikota nya,
wong mBatu kini diberikan penghargaan sekaligus kehormatan dengan memberi nama
Pendopo Among Tani itu tadi. Demikian kira-kira imajinasiku membawaku ngelantur
terkait lahir dan diberinya gedung ini nama Pendopo Among Tani, yah
mudah-mudahan suatu saat aku berkesempatan untuk mengkonformasikannya kepada Beliau
Pak Wali. Tak terasa ketertegunanku disapa oleh angin senja yang dingin, segera
aku beranjak menuju kearah payung untuk menikmati secangkir kopi dan jagung
bakar rasa nano-nano sambil menikmati kota yang terus bersolek menuju Kota Wisata
Batu sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Upsss...ada yang lupa, menatap gedung ini dan gedung-gedung pemerintahan di Kota Batu pada umumnya, jangan harap sahabat bisa menemukan warna yang mencerminkan sikap dan pandangan politik Sang Walikota, anda akan kecewa karena tak akan pernah menemukannya; dalam banyanganku seakan Beliau berkata gedung ini dan diriku sepenuhnya milik wong mBatu.
Salam