Wednesday, January 13, 2016

Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman

Dapat dipahami bahwa falsafah ini dilahirkan sebagai pertanda bahwa hidup itu dinamis dalam rentang waktu yang tak berbatas dan bertepi (seumur adanya hidup), oleh karena itu sebagai mahluk dimana kita selalu berinteraksi dengan segala apa yang ada beserta seluruh hal yang menyertainya, maka sebaiknya hendaklah kita memahami falasafah ini:
Ojo gumunan: bentuk larangan untuk tidak mudah kagum atau heran dengan perkembangan keadaan dan peristiwa atau benda yang terutama bersifat materi dan keduniawian terlebih dengan perubahan prilaku dari baik menjadi tidak (menurut kita padahal menurut orang lain belum tentu). Masyarakat kita sekarang ini mudah sekali untuk nggumun atau kagum terutama dengan berbagai bentuk pemberitaan atau tayangan melalui media massa. Bentuk kengggumunan dan kekaguman ini sayangnya hanya sebatas nggumun, tanpa pernah mencari tau sebab dan akibatnya melalui sebuah introspeksi, melihat dan membanding-bandingkannya serta mengandaikan terhadap diri sendiri. Sebagian besar dari kita hanya menjadi penonton, berdiri di pinggir, bertepuk tangan, kadang misuh (memaki) dan mengumpat, tanpa pernah bisa ikut menentukan hasil akhir, sehingga pada tataran tertentu juga harus diartikan bahwa kita harus berubah untuk lebih baik, selalu memperbaiki diri dan menyesuaikan diri dengan keaadan dan perubahan keadaan sekitar. Hendaklah kita menjadi subjek dan bukan sekedar objek.


Ojo getunan:  jangan mudah untuk mengatakan kecewa atas berbagai hal yang terjadi disekitar kita, karena kekecewaan itu berdampak pada pesimisme akan banyak hal, kita kemudian menjadi orang yang tidak responsive atau malah reaksioner dalam arti negative.  Dalam perspektif yang lain falsafah ini juga mengajarkan kita untuk bertanggungjawab atas segala hal yang telah kita berbuat, bertanggungjawab seluas-luasnya dan tuntas dalam melakukan apa saja.
Ojo kagetan: artinya jangan mudah kaget. Suka terkaget-kaget kah kita? Akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa di negeri nusantara ini yang membuat seluruh penduduknya terkaget-kaget, lebih aneh lagi adalah pemerintah yang juga hobby membuat rakyatnya selalu terkaget-kaget dengan aneka kebijakan yang kemudian ditarik lagi atau tidak jelas implementasinya. Kita terkaget-kaget tatkala KPK tiba-tiba menangkap jaksa dan penyuapnya, juga terkaget-kaget ketika seorang anggota DPR terlibat dalam transaksi penyuapan bahkan video porno yang artisnya oleh banyak pihak dan kalangan. Dalam keadaan yang berbeda; bermakna kita harus mawas diri terhadap perubahan sekeliling dan lingkungan kita, juga bermakna persiapan diri sendiri menghadapi perubahan sekeliling tanpa ikut berubah seperti sekeliling, kita juga selalu mawas diri dan bersiap dengan aneka kejutan yang menyertai setiap perubahan. Dengan tidak terkaget-kaget terhadap kejutan-kejutan di sekeliling kita, kita akan lebih tegar dan sumeleh (senyum) dengan hidup ini.  Falsafah ini juga merupakan panduan agar kita selalu membabar terlebih dahulu segala hal yang terjadi. Analisis terlebih dahulu dari setiap masalah, baru tentukan strategi dan tindakan yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karena jika kita menyelesaikan dengan bersikap reaktif, maka kemungkinan besar keputusan maupun tindakan kita  tidak mampu menyelesaikan masalahnya, atau malah menimbul reaksi masalah selanjutnya. Tantangan terbesar dari penerapan pandangan hidup ini ialah emosi dan harga diri kita, yang bisa 'sak dheg sak nyet' ketika terjadi sesuatu hal yang sensitif disekeliling kita.
Ojo aleman: janganlah menjadi orang yang manja, manja terhadap diri sendiri dan manja terhadap orang disekitar kita, usia kita boleh saja sudah dewasa, rajinlah menuntut ilmu agar wawasan semakin luas sehingga tidak mudah terheran-heran sehingga tidak mudah dibodohi dan di tipu orang, giatlah berkarya dan bekerja dan pikirkan segala sesuatu dengan seksama agar nanti di masa depan tidak menjadi orang-orang yang menyesal, serta berusahalah dengan sekuat tenaga untuk menjadi orang yang kuat dan mandiri alias tidak manjadi seolah-olah kita sudah sangat mandiri, akan tetapi dengan tanpa sadar sering kita menyikapi situasi disekitar atas dasar sifat yang manja, bukan karena rasionalitas keadaan yang sebenarnya.  Sifat manja ini juga kadang membuat kita melahirkan sebuah kebijakan yang tidak mandiri sehingga tiba gilirannya kita harus bertanggungjawab melebihi batas kemampuan dan kesadaran, dan kala itu yang ada malah amarah dan penyesalan yang mendalam, manja hanya akan membuat kita lemah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan.

No comments:

Post a Comment