Dapat dipahami bahwa falsafah ini dilahirkan sebagai pertanda bahwa hidup itu dinamis
dalam rentang waktu yang tak berbatas dan bertepi (seumur adanya hidup), oleh
karena itu sebagai mahluk dimana kita selalu berinteraksi dengan segala apa
yang ada beserta seluruh hal yang menyertainya, maka sebaiknya hendaklah kita
memahami falasafah ini:
Ojo gumunan:
bentuk larangan untuk tidak mudah kagum atau heran dengan perkembangan keadaan
dan peristiwa atau benda yang terutama bersifat materi dan keduniawian terlebih
dengan perubahan prilaku dari baik menjadi tidak (menurut kita padahal menurut
orang lain belum tentu). Masyarakat kita sekarang ini mudah sekali untuk nggumun
atau kagum terutama dengan berbagai bentuk pemberitaan atau tayangan melalui
media massa. Bentuk kengggumunan dan kekaguman ini sayangnya hanya sebatas nggumun, tanpa pernah mencari tau sebab dan akibatnya melalui sebuah introspeksi,
melihat dan membanding-bandingkannya serta mengandaikan terhadap diri sendiri.
Sebagian besar dari kita hanya menjadi penonton, berdiri di pinggir, bertepuk
tangan, kadang misuh (memaki) dan mengumpat, tanpa pernah bisa ikut menentukan
hasil akhir, sehingga pada tataran tertentu juga harus diartikan bahwa
kita harus berubah untuk lebih baik, selalu memperbaiki diri dan menyesuaikan
diri dengan keaadan dan perubahan keadaan sekitar. Hendaklah kita menjadi
subjek dan bukan sekedar objek.
Ojo getunan:
jangan mudah untuk mengatakan kecewa
atas berbagai hal yang terjadi disekitar kita, karena kekecewaan itu berdampak
pada pesimisme akan banyak hal, kita kemudian menjadi orang yang tidak responsive
atau malah reaksioner dalam arti negative. Dalam perspektif yang lain falsafah ini juga
mengajarkan kita untuk bertanggungjawab atas segala hal yang telah kita
berbuat, bertanggungjawab seluas-luasnya dan tuntas dalam melakukan apa saja.
Ojo kagetan:
artinya jangan mudah kaget. Suka terkaget-kaget kah kita? Akhir-akhir ini
banyak sekali peristiwa di negeri nusantara ini yang membuat seluruh
penduduknya terkaget-kaget, lebih aneh
lagi adalah pemerintah yang juga hobby membuat rakyatnya selalu terkaget-kaget
dengan aneka kebijakan yang kemudian ditarik lagi atau tidak jelas
implementasinya. Kita terkaget-kaget tatkala KPK tiba-tiba menangkap jaksa dan
penyuapnya, juga terkaget-kaget ketika seorang anggota DPR terlibat dalam
transaksi penyuapan bahkan video porno yang artisnya oleh banyak pihak dan
kalangan. Dalam keadaan yang berbeda; bermakna kita harus mawas diri terhadap
perubahan sekeliling dan lingkungan kita, juga bermakna persiapan
diri sendiri menghadapi perubahan sekeliling tanpa ikut berubah seperti
sekeliling, kita juga selalu mawas diri dan bersiap dengan aneka kejutan yang
menyertai setiap perubahan. Dengan tidak terkaget-kaget terhadap
kejutan-kejutan di sekeliling kita, kita akan lebih tegar dan sumeleh (senyum)
dengan hidup ini. Falsafah ini juga
merupakan panduan agar kita selalu membabar terlebih dahulu segala hal yang
terjadi. Analisis terlebih dahulu dari setiap masalah, baru tentukan strategi
dan tindakan yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karena
jika kita menyelesaikan dengan bersikap reaktif, maka kemungkinan besar
keputusan maupun tindakan kita tidak
mampu menyelesaikan masalahnya, atau malah menimbul reaksi masalah selanjutnya.
Tantangan terbesar dari penerapan pandangan hidup ini ialah emosi dan harga
diri kita, yang bisa 'sak dheg sak nyet' ketika terjadi sesuatu hal yang
sensitif disekeliling kita.
Ojo aleman:
janganlah menjadi orang yang manja, manja terhadap diri sendiri dan manja
terhadap orang disekitar kita, usia kita boleh saja sudah dewasa, rajinlah menuntut ilmu agar wawasan semakin luas sehingga tidak
mudah terheran-heran sehingga tidak mudah dibodohi dan di tipu orang, giatlah
berkarya dan bekerja dan pikirkan segala sesuatu dengan seksama agar nanti di
masa depan tidak menjadi orang-orang yang menyesal, serta berusahalah dengan
sekuat tenaga untuk menjadi orang yang kuat dan mandiri alias tidak manjadi seolah-olah kita sudah sangat mandiri, akan tetapi dengan tanpa sadar sering kita
menyikapi situasi disekitar atas dasar sifat yang manja, bukan karena
rasionalitas keadaan yang sebenarnya. Sifat
manja ini juga kadang membuat kita melahirkan sebuah kebijakan yang tidak
mandiri sehingga tiba gilirannya kita harus bertanggungjawab melebihi batas kemampuan dan kesadaran, dan kala itu yang
ada malah amarah dan penyesalan yang mendalam, manja hanya akan membuat kita lemah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup dan kehidupan.
No comments:
Post a Comment