Showing posts with label demokrasi. Show all posts
Showing posts with label demokrasi. Show all posts

Monday, May 6, 2019

Pemimpin Dan Pemilih Adalah Ujian



Sembrono
Sesungguhnya setiap pemimpin yang terpilih dan lahir adalah ujian bagi pemilihnya, kenapa demikian? Karena lahirnya seorang pemimpin adalah akibat sebuah proses panjang, yang didalamnya melibatkan banyak hal dan banyak pihak, serta banyak modal, mulai dari modal abab sampai dengan modal yang paling bernilai yaitu harga diri. Sadar atau tidak, bahwa pemilih adalah salah satu pihak yang ikut andil urun dalam permodalan ini bahkan kadang pemilih adalah modal itu sendiri.

Pemimpin adalah ujian, karena setelah dia terpilih dengan semua latar belakang sebagaimana diatas, maka sejak keterpilihannya dipundaknyalah seluruh harapan dari masyarakat (pemilih maupun yang tidak ikut memilih) diletakkan, harapan akan segala hal yang lebih baik dengan jangkauan waktu yang relative singkat, semua harus berubah (termasuk kesejahteraan orang per orang yang mendukungnyapun haruslah berubah, yang dahulu kemana-mana hanya jual omongan dan bawa kertas beberapa lembar yang isinya adalah itung-itungan yang tidak matematis namun terlihat matematis, yang penting mempunyai nilai ekonomis, buat nyambung  hidup, kini banyak diantaranya kamana-mana sudah bawa daftar proyek yang sudah disahkan maupun dalam proses usulan, dan meningkatlah mereka kini menjadi pialang, yang intinya kemana-mana yang dibicarakan hanyalah prosentase. Ini bisa jadi adalah sebagai rentetan ketidak puasan akan berbagai macam hal dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan ber pemerintah daerah. Mulai dari masalah layanan public, pendidikan, kesehatan, sarana-prasarana, pertanian, angkatan kerja dan lapangannya, ekonomi, sosial, budaya, KKN bagi orang/pihak/kelompok/ golongan yang merasa sudah ikut andil dalam sebuah proses pemenangan.

Sejalan dengan perkembangan dan pasang surutnya undang-undang yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah misalnya; bahwa orang yang berdiri sebagai pihak lawan pun itu, adalah bagian dari kelompok yang ikut membantu memenangkan pihak yang terpilih (kecuali pasca penetapan calon tunggal oleh Mahkamah Konstitusi), sehingga begitu besar ekspektasi harapan akan sebuah keadaan, kehidupan dan peruntungan yang lebih baik, bagi semua pihak yang terlibat dalam sebuah proses demokrasi yang dipandegani oleh pemimpin yang lahir (terpilih).

Atas dasar itu semuanya saja, harus benar-benar sadar bahwa lahirnya seorang pemimpin adalah ujian bagi semua, jabatan adalah ujian khususnya bagi yang memikulnya. Walaupun kadang bagi satu dua orang diantaranya bahwa jabatan itu adalah kehormatan dengan segala nikmatnya, hal tersebut hanyalah sebagain kecil yang jumlahnya tak seberapa, akan tetapi yang lebih banyak dan mayoritas adalah bahwa jabatan adalah ujian. Baik bagi yang menjabat demikian juga bagi  yang memilih dan termasuk bagi yang tidak memilih, dengan kata lain mayoritas masyarakat pada umumnya.

Dengan sederhana dapat juga dikatakan bahwa semakin tidak tau dirinya seorang pemimpin, maka semakin besarlah cobaan dan godaan buat yang dipimpin.
Sebagai bagian dari masyarakat; harus disadari bahwa saat-saat kita menentukan pilihan sebelum dianya terpilih sesungguhnya adalah saat-saat yang sangat krusial dan genting, karena apapun hasil atas sebuah pilihan semuanya mengandung resiko dengan segala kemungkinan, sehingga langsung maupun tidak kita adalah orang pertama kali yang harus bertanggungjawab atas segala apa yang kelak dan kemudian akan terjadi dalam proses berjalannya kepemimpinan tersebut; akankah kepemimpinan itu akan berjalan sebagaimana yang dijanjikan, akankah kepemimpinan tersebut akan bermanfaat sebagaimana yang ideal, akankah kepemimpinan tersebut akan bermanfaat sebagaimana kehendak dari mayoritas kita,  ataukah sebaliknya dan sebaliknya dengan alasan apapun itu bahwa kita adalah pihak yang seharusnya bertanggungjawab. Terlebih lagi bilamana jalannya kepemimpinan itu ternyata diluar daripada sebagaimana yang diharapkan (diluar dari segala hal yang dulunya muluk-muluk dan empuk-empuk), maka sebagai orang yang ber iman bisa dipastikan bahwa kepemimpinan sang pemimpin benar-benar menjadi ujian bagi kita untuk tidak menjadi orang yang berdosa. Karenanya setiap kepemimpinan wajib untuk kita kawal dengan sebaik mungkin, memastikan bahwa sang pemimpin jalannya tidak menceng jauh-jauh dari sebagaimana yang dijanjikan dan menjadi harapan masyarakat luas, dan bila ternyata pada akhirnya kita harus kecewa karena beberapa hal atau bahkan mungkin banyak hal, maka untuk tidak menjadi orang yang berdosa atau gemar menabung dosa, kita harus nyetok sabar dan ikhlas sebanyak-banyaknya. Disisi lain tidak menutup mata bahwa masih ada juga yang berpendapat “kini tugas menghantar saudara telah purna dan saatnya kami kembali pada keadaan semula untuk menjadi bukan siapa-siapa selain pihak yang berseberangan dengan saudara dalam rangka membela kepentingan rakyat,” yang disampaikan ini benar dan sangat ideal tetapi pada tataran implementasi hampir seluruhnya jargon demikian adalah “Nol BESAR” Karena justru orang yang demikian adalah orang yang paling mudah untuk di “rembuk” oleh pemimpin dan kekuasaan. Dengan demikian maka sabar untuk tidak berkata melebihi dari yang sewajarnya, termasuk tidak menyerang siapapun terutama pemimpin yang tadinya sangat kita idolakan, ikhklas karena kita adalah bagian penting yang terlibat didalamnya. Karenanya penting untuk kita renungkan berikut ini bahwa;
“memilih pemimpin dengan cara yang baik dan benar sama pentingnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar”
Selamat Beraktifitas dan Sukses Buat Sahabat Semua
Salam.

22/2/2016

Slechte Samenzwering

Ilustrasi dicomot dari blog orang lain
Illustrasi dicomot dari blog orang lain
Yang lebih kita kenal dengan sebutan "Konspirasi" atau Persekongkolan Jahat, sudah ada sejak awal peradaban manusia, disetiap system bernegara dan berdemokrasi, konspirasi itu terus langgeng adanya sepanjang peradaban hingga sekarang. Konspirasi dalam banyak perspektif pastinya membawa akibat yang fatal, sebagaimana kisah dan film-film intelijen, bahkan sampai pada hal "menghilangkan nyawa" orang lain atau sekelompok orang tanpa pandang bulu dan pilih-pilih, semua bergantung order dari yang berkepentingan dan seberapa besar keuntungan yang akan didapatkan.

Persekongkolan jahat apapun bentuknya, diranah manapun dilakukannya, semua mempunyai kesamaan motif dan latar belakang yaitu "Kompetisi."

Banyak manusia dalam mencapai dan memenuhi hasrat keinginannya tidak lagi dengan cara-cara yang wajar, kejujuran dan hati nurani sudah hilang entah kemana, persekongkolan jahat digunakan sebagai cara untuk mencapai tujuan, tidak peduli lagi apa yang dirasakan orang lain, yang penting hasrat dan keinginannnya tercapai.

Dalam kompetisi yang tidak seimbang disegala halnya dan masih ditambah banyak faktor lain, sementara pada sisi yang berbeda salah satu pihak telah dibutakan oleh syahwat besar dan buruk untuk dapat (harus) unggul dan berkuasa, dari tidak cakap menjadi harus yang paling cakap, dari tak bermoral tak beradab, harus jadi yang paling bermoral dan paling beradab, dari tidak kompeten tidak punya integritas, harus menjadi orang yang paling punya kompetensi dan paling punya integritas, dst..., disanalah konspirasi kemudian punya ruang kebutuhan untuk tumbuh subur.

Persekongkolan jahat ini tidak saja terjadi dalam dunia politik, dan organisasi, tapi dalam komunitas kecil juga segala bentuk kegiatan kompetisi pun juga demikian. Tidaklah ada itikad baik dalam sebuah persekongkolan jahat, tetap saja bermotif superior dan eksperior.

Persekongkolan jahat yang dimuati syahwat sudah tidak melihat batasan apapun lagi, dia bergerak dalam diam melompati semua batasan yang ada  bahkan persekongkolan jahat dapat menembus batas manusia "sehat."

Kedekatan pribadi antara seorang yang lebih dengan seorang yang lebih lainnya, jika disalah gunakan adalah awal sekaligus modal lahirnya persekongkolan jahat, namun banyak orang pandai mengemasnya sebagai sebuah kebaikan, padahal tetap saja sebuah persekongkolan jahat, adalah sebuah kejahatan.

Kalau dalam kegiatan yang berskala kecil saja sudah sarat persekongkolan, bagaimana mungkin bisa mewujudkan cita-cita yang baik dalam skala besar? Runtuhnya kesadaran moral untuk konsisten berjuang dan berkompetisi secara normal, berbuat kebaikan, hidup bergaul membangun lingkungan sosial dan politik yang semestinya positif nyata sudah tidak dimiliki lagi, dan kemudian karenanya dengan mudah membuat sekelompok orang tergerak melakukan sebuah persekongkolan jahat.

Persekongkolan jahat adalah sebuah bentuk rekayasa atas sebuah keadaan, dan bahkan latar belakang yang dijadikan alasan untuk melawan kehendak dan aturan yang sudah ditentukan (seluruh norma yang ada dan hidup) pun dipalsukan, oleh karenanya bisa dipastikan hal demikian tidak akan pernah mendapat ridho dan keberkahan-Nya.

Oleh karena dampak yang ingin dicapai begitu signifikan, meskipun persekongkolan jahat atau konspirasinya ada dalam skala kecil-kecilan, tetapi untuk mencapai sebuah missi sukses, konspirasi selalu dan pasti akan menelan "biaya" yang juga sangat "mahal," baik dipihak sang konspirator juga dipihak korban. Sebagaimana layaknya film-film layar lebar dalam rangkaian kegiatannya persekongkolan jahat selalu sukses menemukan dan mengelola orang-orang yang sesungguhnya "lemah" sebagai  "sasaran antara" dan dalam dunia politik,orang-orang yang masuk kategori ini justru sangatlah banyak, bahkan yang paling banyak.

Tuesday, November 13, 2018

PUTRA DAERAH, KEKUATAN ATAUKAH ANCAMAN, TERHADAP PERSATUAN NASIONAL?


Hal yang sangat menarik sesaat sebelum menjelang pesta demokrasi, kerap kita dengar mendadak berkembangnya wacana putra daerah. Akhir-akhir ini kata putra daerah semakin membumi dan menjadi (kan) nilai jual, bahkan diyakini menjadi salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang calon pemimpin (daerah). Sehingga jangan heran lagi ketika seorang calon pemimpin politik menambahkan keterangan "putra daerah" pada setiap kampanyenya.

Melihat fenomena tersebut, diperlukan pemikiran, analisa, pengalaman serta referensi secara jernih khususnya dalam memaknai kalimat putra. Apakah yang dimaksud putra daerah adalah mereka yang lahir, berkependudukan dan hidup tumbuh besar di daerah yang...? Apakah putra daerah merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh calon pemimpin? Dan ataukah putra daerah adalah mereka yang memiliki hubungan biologis dengan masyarakat sekitar atau sekedar lahir di suatu daerah dan setelah itu, mereka pergi dan tidak pernah memberikan konstribusi terhadap daerah tersebut?

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tidak terdapat arti dari kata putra daerah. Kata yang berdekatan ialah bumi putera yang memiliki arti anak negeri atau penduduk asli atau pribumi. Masih berdasarkan kamus tersebut jika kata putra daerah dibagi dua, yakni putra dan daerah, maka didapati arti putra yaitu anak laki-laki dan daerah yakni suatu tempat sekeliling atau yang termasuk di lingkungan suatu kota, wilayah, dll.
Sedangkan menurut webstern dictionary kata putra daerah lebih dekat kepada kata native (orang pribumi) yang artinya an origin in habitant (penduduk asli) or long life resident (penduduk tetap) atau existing in or belonging to one by nature (seseorang yang tinggal di daerah tersebut).

Berdasarkan defenisi diatas dalam teori Samuel P. Huntington, mendefenisikan putra daerah menjadi 4 jenis yang salah satunya adalah :
Putra Daerah daerah politik, yaitu putra daerah genealogis yang memiliki kaitan politik dengan daerah tersebut, bahkan Putra daerah politik terkadang hanyalah klaim diri dan melekatkan status sebagai putra daerah dan hanya memiliki hubungan biologis (orang tua atau keluarga berasal dari daerah yang dimaksud) dengan masyarakat sekitar namun tidak pernah memberikan konstribusi kepada daerah tersebut, Sering kita dapatkan seorang perantau yang telah sukses kembali kedaerah hanya karena kepentingan politik.

Putra daerah ekonomi, yaitu putra daerah genealogis yang karena kapasitas ekonominya kemudian memiliki kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi atau jaringan bisnis di daerah asalnya. Putra daerah ini terlintas hanya memiliki kepentingan pragmatis dengan daerah asalnya. Mereka menggunakan daerah hanya sebagai basis pemenuhan kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri. Namun sebaliknya daerah itu pun sedikit banyak memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari mereka.

Putra daerah sosiologis, yaitu mereka yang bukan saja memiliki keterkaitan genealogis dengan daerah tersebut tetapi juga hidup, tumbuh, dan besar serta berinteraksi dengan masyarakat daerah tersebut. Mereka menjadi bagian sosiologis dari daerah tersebut. Dan banyak memberikan konstribusi kepada masyarakat sekitar dan daerah serta melakukan keseharianya memiliki hubungan sosial dengan masyarakat sekitar.

Dari defenisi-defenisi di atas, jelaslah bahwa putra daerah tidak dapat didefenisikan secara sempit. Putra daerah tidak hanya dapat diartikan sebagai orang yang merupakan penduduk asli dari suatu daerah atau merupakan suku dari suatu daerah tersebut. Namun defenisi putra daerah mengandung makna yang luas tergantung dari obyek dan sudut pandang kita menilai. Selain itu, dalam suatu daerah tidak mungkin hanya terdapat satu macam suku atau pun ras tapi terdiri dari berbagai macam suku dari berbagai daerah yang datang dan menetap di daerah tersebut.
Inilah salah satu kekayaan budaya Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku.

Jika pemahaman-pemahaman tentang putra daerah ini terus dikembangkan maka akan memicu timbulnya semangat primordialisme atau rasa kesukuan yang berlebihan yang dapat mengancam keutuhan  suatu daerah bahkan negara Republik Indonesia.

Kembali ke pemilihan pemimpin politik daerah yang harus diutamakan ialah  tentang kapabilitas dari calon-calon pemimpin tersebut. Suatu daerah tidak hanya dapat dipimpin oleh pemimpin yang bermodalkan figur semata namun tidak memiliki kapabilitas, integritas terlebih lagi sikap ketegasan dan pangalaman sebagai pemimpin.

Pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat yakni seseorang yang memiliki akseptabilitas saja namun juga ditunjang oleh moral yang baik serta public figure yang benar–benar telah teruji, memiliki kemampuan yang cukup untuk memimpin dan membimbing masyarakat dan juga memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas serta ketegasan yang sangat dibutuhkan di dunia  perpolitikan, serta disisi lain juga masih harus ditambah memiliki wawasan yang luas dan pandangan yang luas dan mampu menjawab segalah permasalahan suatu daerah dan keluhan rakyat.

Berangkat dari beberapa defenisi putra daerah,  bahwa terkadang adanya klaim status, yang melekatkan sebuah status dalam dirinya sebagai putra daerah sehingga menarik simpati masyarakat perlu analisa dan penerawangan yang tajam. Hak politik mencalonkan diri sebagai pimpinan politik daerah merupakan hak yang telah melekat pada setiap masyarakat, dan telah diatur dalam regulasi yang mengatur tentang pemilihan. Jadi yang perlu kita ketahui bersama klaim diri dengan melekatkan status sebagai bentuk sanderaan kepentingan politik (harus) perlu penafsiran dan pemaknaan yang jernih, beberapa fenomena yang telah terjadi akibat klaim diri demikian pada akhirnya berakibat sebagian masyarakat tertipu dan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.

Kita tidak membatasi hak Politik bagi mereka yang ingin bertarung dalam pesta demokrasi mendatang, Namun bercermin pada beberapa pengalam yang lalu perlu ada penalaran yang mesti kita hadirkan dari sekarang. Bahwa klaim diri sebagai putra daerah haruslah berdasarkan dengan defenisi dan sudut pandang yang telah disebutkan diatas (paling tidak) dan hal ini tidak terlepas dari "kepentingan dan kebutuhan" akan figur pemimpin yang ideal suatu daerah. Pemimpin yang mengetahui Geopolitik, Geografis dan Demografis serta keseharian suatu masyarakat dianggap ideal memimpin suatu daerah.

Jika suatu kepemimpinan diserahkan kepada yang tidak memiliki kapabilitas dan pengetahuan maka sesungguhnya kita sedang mempersiapkan kehancuran yang terencana akan daerah itu beserta tatanan soasial kemasyarakatannya.

Apakah masih kurang banyak contoh seorang yang menurut kita adalah asli putra daerah, namun ketika yang bersangkutan menduduki jabatan politik di daerahnya, hidupnya lalu berubah, jiwa sosial dan kemasyarakatannya berubah, seiring dengan rejekinya yang berubah, dia mulai membangun tembok sosial yang tinggi, sebagai pemisah antara dirinya dengan yang dia wakili, pintu rumahnya jadi tidak pernah lagi digedor-gedor, oleh mereka yang membutuhkan perhatian dan uluran tangan, hanya karena tembok yang begitu besar menjulang tinggi memisahkan si pemimpin dengan yang dia wakili?

Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya”. ada yang bertanya, “bagaimana menyia-nyiakannya?” beliau menjawab, “jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhari).

Inilah keutamaan dalam mengajukan diri menjadi pemimpin sekaligus keutamaan dalam menentukan arah dukungan dalam memilih pemimpin. (*)