Showing posts with label agama. Show all posts
Showing posts with label agama. Show all posts

Saturday, March 26, 2016

"Gus Mus: Kurang Ajare Nemen Banget!"


Tulisan berikut ini sebenarnya hanya repost dari beritateratas.com, kenapa aku repost? Alasan Pertama; adalah karena aku memang sangat mengagumi Beliau Gus Mus, baik sebagai seniman terlebih sebagai Ulama. Kedua; adalah karena aku sangat suka/setuju dengan buah pikiran beliau yang ditulis oleh media tersebut.

Rais Aam PBNU KH. A. Mustofa Bisri mengaku prihatin dengan sejumlah kelompok yang kerap memanfaatkan agama demi kepuasan nafsu politiknya. Selain mencoreng citra agama, sikap ini merupakan cermin ketidakmampuan mengenali Tuhannya.

Kiai yang akrab dipanggil Gus Mus ini berpendapat, mengikutsertakan agama untuk kepentingan tertentu, seperti kampanye politik adalah tindakan berlebihan.
“Gusti Allah diajak kampanye. Kebangetan tenan, kurang ajare nemen banget. Gusti Allah kok diajak kampanye. kalau gak bisa berpolitik, ya nggak usah berpolitik lah” tegas  Gus Mus
Menurutnya, perilaku keberagamaan harus ditunjukkan secara sederhana dan bijaksana. Tak cukup mengandalkan semangat mencintai Allah, tanpa disertai pengenalan secara mendalam tentang Allah.

”Kita lihat kembali, Allah itu apa? Jangan-jangan kita Allahu Akbar Allahu Akbar tapi nggak tahu Allah itu segede apa. Atau jangan-jangan kita selalu bilang Allahu Akbar tapi pikiran kita sama sekali tidak ke Allah” tegas kiai asal Rembang, Jawa Tengah ini.

Bagi Gus Mus, mencintai Allah tanpa mengenalinya hanya berbuntut pengagungan pendapat sendiri. Akibatnya, yang bersangkutan menganggap perlu mengadakan pembelaan kepada Tuhan, termasuk dengan jalan kekerasan.
Lha wong agama kok dibuat ngerusak. Itu kan aneh bin ajaib. Gusti Allah itu ar-Rahman, ar-Rahim, al-Lathif. Lha kok ngerusakan, iku piye? tuturnya.






Saturday, February 20, 2016

Smakin Kita menJadi Manusia (!?)

dekadensi moral begitu kentara dan sangat terasa menyapa dan menyentuh kita semua dalam berbagai aspek kehidupan, kemajuan teknoligi informasi dapat membantu kita menemukan kebenaran yang sangat mengejutkan ini, berbagai macam peristiwa melalui berita yang di publish oleh banyak kalangan adalah tanda-tanda lain betapa mudahnya menemukan pembuktian atau minimal tanda-tanda bahwa hal tersebut benar ada dan sedang terus menggejala. kalo ada memey dengan foto pangeran Arab dan isterinya (gaya dan pola hidup) yang menggunakan busana ala dunia barat, dan sebaliknya ada memey yang memajang foto orang Indonesia yang menggunakan busana layaknya orang Arab yang hidup di padang pasir, maka aku pernah bikin komentar di bawah foto memey yang demikian "Arab hilang Arabnya jadi kebarat-baratan dan Indonesia hilang kenusantaraannya dan menjadi ke Arab-Araban".
Penurunan kualitas moral alias
Artinya bahwa kemajuan jaman, teknologi, informasi dan globalisasi ini bener-benar menjadi ancaman atas seluruh peradaban yang ada dimuka bumi ini, nah sekarang tidak usah bicara tentang dunia dan globalisasi, tetapi mari kita fokus pada diri kita, sekeliling kita, lingkungan keluarga dan rumah tangga kita, sekolah dimana anak kita setiap hari menimba ilmu, kumpulan para ibu-ibu muda yang setiap hari ada kegiatan ekstra selain nyambi ngantar n jemput little boy/girl nya sekolah dan kegiatan lainnya, sadarkah kita bahwa krisis yang sedang mengintai kita setiap saat menjadikan kita smakin jauh dari nilai-nilai budaya yang tadinya begitu luhur, yang tadinya menjadikan aku dan sahabat semua menjadi generasi-generasi yang tangguuh dan hebat dijaman sekarang?

Wednesday, February 17, 2016

Adil Sudah...?

Setiap saat, hari demi hari kita lalui, berbuat ataukah tidak berbuat, suka ataupun tidak, sejak dalam hati (timbulnya niat), kemudian dorongan untuk melakukan dan tidak (pikiran), kemudian perwujudan dari semua itu sebagai tindakan nyata; bahwa sesunguhnya disana ada satu hal penting yang mendasari kita; yakni ADIL. Sudahkah kita adil, kepada diri sendiri dan orang diluar diri kita? sudahkah kita diperlakukan secara adil oleh siapa saja? Sejujurnya bahwa jawaban atas kedua hal diatas itu adalah yang melandasi kita dalam bersikap, berpikir dan berbuat. Baik terhadap sesama, terhadap bangsa dalam kehidupan bernegara, terhadap perusahaan dalam profesi dan pekerjaan, terhadap pergaulan dan keluarga, lalu bagaimana dengan terhadap diri sendiri?
Sejujurnya bahwa kita kerap abai tentang keadilan yang sesunguhnya.
Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan hak kepada masing-masing yang memiliki hak. Demikian dalam pemahaman norma yang mendasari segala kehidupan ini, bahwa Tuhan telah memerintahkan kepada kita untuk berbuat adil dalam segala aspek kehidupan dan pada saat yang sama berbuat kebaikan dengan sesama.
Bahwa adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak asasi manusia tidaklah boleh dikurangi karena disebabkan adanya kewajiban atas mereka. Karenanya, hak setiap orang harus diberikan sebagaimana mestinya. Kebahagiaan barulah dirasakan oleh manusia bilamana hak-hak mereka dijamin dalam masyarakat, hak setiap orang dihargai, dan orang yang kuat punya kewajiban untuk mengayomi yang lemah.
Allah dalam rancangannya menetapkan keadilan sebagai dasar umum bagi kehidupan bermasyarakat untuk setiap bangsa dan pada semua masa, dan untuk setiap umat pada segala zaman. Keadilan merupakan tujuan pengutusan Rasul-Rasul utusan Allah (apakah ada rasul yang bukan utusan Allah?) ke dunia dan tujuan dari syariat dan hukum yang diturunkan bersama mereka tak lain adalah Keadilan, sebagaimana berikut saya kutipkan:

Saturday, February 6, 2016

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana


Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana


puisi ini masih dan akan terus berlaku sebagaimana kenyataan hidup kita dari generasi ke generasi, sepanjang jaman. Simaklah

Monday, February 1, 2016

Menghina Tuhan

Mengutip Sujiwo Tejo Presiden Tjancukers: “menghina Tuhan itu ngapain harus membakar kitabNya, khawatir besok tidak bisa makan juga sama dengan menghina Tuhan”. Benarkah? Sebagai orang yang beriman tentu kita punya kewajiban untuk mengatakan bahwa  Presiden ini benar adanya; bahwa selama ini kita memang benar-benar terlalu khawatir (banyak hal yang mebuat kita khawatir seolah-olah Tuhan tak pernah hadir dan ada), saking sibuknya khawatir sampai-sampai  entah sadar atau tidak setiap hari kita terjebak dalam kekhawatiran yang tidak berujung.
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemahaan Tuhan itu ternyata sering kali masih sebatas lips service semata, kita hanya ikut-ikutan sekedar untuk menunjukkan bahwa kita mempunyai keyakinan (seolah-olah) padahal sesungguhnya kita sangat tidak yakin. Yakin akan ke Esaan Tuhan dan ke Mahaannya tidak lantas membuat kita berpangku tangan dalam diam (pasrah bongkokan), karena jika demikian maka sama juga artinya bahwa kita sedang mengharap hujan turun dari atas langit disaat kemarau panjang dan langit terang benderang. Atau mungkin sama juga dengan bagaikan sipungguk merindukan bulan.

Sunday, January 17, 2016

Teroris vs Sepatu vs Selfie

Sudah menjadi kebiasaan di masyaraakat dan media (mungkin) bahwa dalam banyak hal dan banyak momentum kita selalu ramai ngeributin yang tidak essensial, ramai ngebahas (dengan porsi yang lebih besar atau sama) hal yang remeh temeh dengan inti persoalan, sehingga pada akhirnya kita abai terhadap substansi mengenai sebab, latar belakang, akibat, penanganan, dan penanggulangannya, kita hanya bisa dengan gagah berani menulis tagar #kamitidaktakut, sebenarnya yang menjadi pokok masalah adalah bukan soal situ takut atau tidak karena situ sebenarnya adalah bagian terpenting yang (se)harusnya dan sudah dilindungi oleh negara.
Yang menjadi pemikiran kita seharusnya adalah, mengapa dari ratusan negara yang ada dimuka bumi ini, jika bahasannya terkait dengan teroris, maka negara kita adalah salah satu yang paling menonjol diantaranya? Entah itu karena banyaknya peristiwa teror yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit, ataukah karena adanya dibeberapa wilayah di Indonesia yang dapat dikatakan menjadi "mesin kaderisasi/pusat pelatihan" pelaku teror dengan lahirnya istilah eks pusat pelatihan bla...bla...bla, angkatan bla...bla...bla...., atau sebagaimana kebiasaan pengiriman tenaga kerja keluar negeri (sebagai dampak ekonomi nasional/domestik/regional/lokal yang tidak kunjung membaik) sejalan dengan itu ternyata kita juga termasuk kontributor/principal personil kelompok-kelompok yang sedang bertikai yang ada di negara-negara timur-tengah yang kerap dengan sengaja serta sadar kita kacaukan maksud dan tujuan yang melatarbelakanginya dengan memberi label jihad(is).