Monday, February 1, 2016

Menghina Tuhan

Mengutip Sujiwo Tejo Presiden Tjancukers: “menghina Tuhan itu ngapain harus membakar kitabNya, khawatir besok tidak bisa makan juga sama dengan menghina Tuhan”. Benarkah? Sebagai orang yang beriman tentu kita punya kewajiban untuk mengatakan bahwa  Presiden ini benar adanya; bahwa selama ini kita memang benar-benar terlalu khawatir (banyak hal yang mebuat kita khawatir seolah-olah Tuhan tak pernah hadir dan ada), saking sibuknya khawatir sampai-sampai  entah sadar atau tidak setiap hari kita terjebak dalam kekhawatiran yang tidak berujung.
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemahaan Tuhan itu ternyata sering kali masih sebatas lips service semata, kita hanya ikut-ikutan sekedar untuk menunjukkan bahwa kita mempunyai keyakinan (seolah-olah) padahal sesungguhnya kita sangat tidak yakin. Yakin akan ke Esaan Tuhan dan ke Mahaannya tidak lantas membuat kita berpangku tangan dalam diam (pasrah bongkokan), karena jika demikian maka sama juga artinya bahwa kita sedang mengharap hujan turun dari atas langit disaat kemarau panjang dan langit terang benderang. Atau mungkin sama juga dengan bagaikan sipungguk merindukan bulan.


Dengan demikian maka sebagai umat yang beriman salah satu implementasinya adalah “optimis”, kita wajib dan harus mempunyai optimisme dan itu tidak boleh semu, sikap dan rasa optimisme itu kita tunjukkan dalam keseharian, dengan melakukan berbagai hal dan bersyukur atas segala hal, bahwa hari ini kita masih mendapatkan kesempatan; kesempatan bangun tidur dalam keadaan sehat, untuk bisa mensyukuri kita bangun dari tidur dalam keadaan masih bernyawa, kesempatan merasakan sakit untuk bisa bisa mensyukuri sehat, kesempatan merasakan gagal untuk bisa mensyukuri berhasil, kesempatan merasakan jatuh untuk bisa mensyukuri bangkit, kesempatan mendapatkan hanya sedikit untuk bisa mensyukuri banyak, yang pada itinya bahwa selalu dalam keadaan sadar dan rasional, bahwa segala hal yang tidak mungkin bisa, menjadi mungkin atau sebaliknya. Maka dari itu hendaklah kita senantiasa sadar dalam berpikir, merasa dan bertindak. Dengan demikian segala apa yang kita pikirkan, rasakan dan lakukan adalah cerminan akan kadar keimanan kita baik langsung maupun tidak.
Jika burung dilangit tidak pernah khawatir, sementara dia tidak pernah menanam, mengapa kita harus khawatir? Jangan-jangan kita khawatir karena kita sadar bahwa budi amal kebaikan yang kita tanam memang dibawah rata-rata manusia pada umumnya, jika demikian benarnya yah memang kita dengan sengaja telah melakukan perbuatan “menghina Tuhan”.
Salamat pagi Indonesia
Salam Semangat dan Sukses

  

No comments:

Post a Comment