Mengutip Sujiwo Tejo Presiden Tjancukers: “menghina Tuhan
itu ngapain harus membakar kitabNya, khawatir besok tidak bisa makan juga sama
dengan menghina Tuhan”. Benarkah? Sebagai orang yang beriman tentu kita punya
kewajiban untuk mengatakan bahwa Presiden
ini benar adanya; bahwa selama ini kita memang benar-benar terlalu khawatir
(banyak hal yang mebuat kita khawatir seolah-olah Tuhan tak pernah hadir dan
ada), saking sibuknya khawatir sampai-sampai entah sadar atau tidak setiap hari kita
terjebak dalam kekhawatiran yang tidak berujung.
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemahaan Tuhan itu ternyata
sering kali masih sebatas lips service semata, kita hanya ikut-ikutan sekedar
untuk menunjukkan bahwa kita mempunyai keyakinan (seolah-olah) padahal
sesungguhnya kita sangat tidak yakin. Yakin akan ke Esaan Tuhan dan ke Mahaannya
tidak lantas membuat kita berpangku tangan dalam diam (pasrah bongkokan),
karena jika demikian maka sama juga artinya bahwa kita sedang mengharap hujan turun
dari atas langit disaat kemarau panjang dan langit terang benderang. Atau mungkin
sama juga dengan bagaikan sipungguk merindukan bulan.
Dengan demikian maka sebagai umat yang beriman salah satu
implementasinya adalah “optimis”, kita wajib dan harus mempunyai optimisme dan
itu tidak boleh semu, sikap dan rasa optimisme itu kita tunjukkan dalam
keseharian, dengan melakukan berbagai hal dan bersyukur atas segala hal, bahwa
hari ini kita masih mendapatkan kesempatan; kesempatan bangun tidur
dalam keadaan sehat, untuk bisa mensyukuri kita bangun dari tidur dalam
keadaan masih bernyawa, kesempatan merasakan sakit untuk bisa bisa mensyukuri
sehat, kesempatan merasakan gagal untuk bisa mensyukuri berhasil, kesempatan
merasakan jatuh untuk bisa mensyukuri bangkit, kesempatan mendapatkan hanya
sedikit untuk bisa mensyukuri banyak, yang pada itinya bahwa selalu dalam
keadaan sadar dan rasional, bahwa segala hal yang tidak mungkin bisa, menjadi
mungkin atau sebaliknya. Maka dari itu hendaklah kita senantiasa sadar dalam
berpikir, merasa dan bertindak. Dengan demikian segala apa yang kita pikirkan,
rasakan dan lakukan adalah cerminan akan kadar keimanan kita baik langsung
maupun tidak.
Jika burung dilangit tidak pernah khawatir, sementara dia tidak
pernah menanam, mengapa kita harus khawatir? Jangan-jangan kita khawatir karena
kita sadar bahwa budi amal kebaikan yang kita tanam memang dibawah rata-rata
manusia pada umumnya, jika demikian benarnya yah memang kita dengan sengaja
telah melakukan perbuatan “menghina Tuhan”.
Salamat pagi Indonesia
Salam Semangat dan Sukses
No comments:
Post a Comment