Wednesday, February 10, 2016

Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta

Ditengah maraknya praktik sebagaimana judul diatas, membaca puisi WS. Rendra ini serasa selalu seger, patriotik dan apa adanya sebagaimana realitas, kata pepatah "iki jaman edan lek ora edan ora kuman" adalah benar adanya, revolusi mental rasanya belum sampai pada merevolusi sistem "pelacuran" ibu kota sebagai pintu gerbang Indonesia, banyak cara orang melacurkan diri, dan banyak hal yang bisa dilacurkan memang sepanjang diinginkan, mulai dari harkat, martabat, harga diri, jual diri dan seterusnya....bagi yang belum pernah moggo disimak, menurut pengunggahnya bahwa suara yang ada adalah asli yang direkam dari pita casette, tetapi sayang tidak ada informasi lebih lanjut tentang itu, bagi yang sudah pernah monggo dipastikan kembali kata-demi kata, bait demi bait.....bahwa benar pelacuran itu sedang melanda kita semua......sekali lagi karena memang demikianlah kita, yang terkadang dalam banyak kesempatan jangankan lawan bahkan teman pun kita "makan" jangankan yang halal bahkan yang haram pun "terpaksa" kita embat, demi apa..? demi kita...? dan puisi yang lahir dari jiwa penciptanya adalah suara bumi....demikian kata mereka......


Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban



Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna

Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan

Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya

Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban

Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan

Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka

Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong

Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku

Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.

WS. RENDRA
(Sumber: Buku Puisi-puisi Rendra terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka)

No comments:

Post a Comment