Ada banyak orang yang dengan sadar ataupun tidak merasa bahwa dirinya telah lulus dari berbagai macam hal terkait tentang hidup. Merasa bahwa apa yang sudah diputuskan dan dilakukan adalah yang paling benar dan baik, tanpa berusaha untuk menimbangnya kembali, dengan lebih seksama dan dalam, benarkah yang dilakukan adalah yang terbaik? Kadang karena situasi pada saat memutuskan dan seluruh hal juga peristiwa yang melatarbelakanginya, kita beranggapan bahwa itu adalah yang terbaik (minimal pada saat itu), padahal hidup tidaklah demikian. Hidup dan kehidupan ini akan terus berjalan dan harus berjalan sekalipun kita dalam memutuskan sesuatu salah ataukah tidak. Maka dari itu berpikir secara jernih dan bertimbang dengan matang adalah sebuah keharusan dalam memutuskan sesuatu terkait hidup dan kehidupan, pun demikian halnya dengan hubungan kemaslahatan dan kekerabatan kita.
Maka dari itu hendaklah kita mengenali masalah yang sebenarnya, ini menjadi sangat penting, karena boleh jadi bahwa yang menyebabkan kemarahan dan lain sebagainya, dan yang melatar belakangi sikap dalam memutuskan sebuah persoalan, sebenarnya bukanlah masalah yang sebenarnya, sehingga keputusan yang kita ambil pasti salah, percuma, tak berguna, atau bahkan hanya akan mendatangkan masalah yang lebih pelik berikutnya. Banyak masalah antar sesama yang kadang tidak terselesaikan atau bahkan menjadi parah oleh karena kegagalan kita dalam memahami konsep dasarnya. Sebagai contoh misalnya bahwa problem antara kerabat dan sahabat itu terkadang seperti jerawat. Gejala dari sebuah jerawat adalah tonjolan yang tidak enak dilihat, tapi penyebabnya adalah infeksi di bawah kulit. Begitu juga, konflik yang menyebalkan antara kerabat dan sahabat sering kali hanyalah gejala, bukan masalah sebenarnya. Kita mungkin bisa mengatasi jerawat dengan memencetnya. Tapi, itu hanya membereskan gejalanya dan bisa meninggalkan bekas atau memperparah infeksinya. Tindakan yang lebih baik adalah mengatasi infeksinya sehingga itu tidak menyebar. Demikian pula halnya dengan problem dalam pergaulan internal dan ekternal kita. Cari tahu penyebabnya, sehingga yang kita pikirkan bukan insidennya melainkan akar problemnya. Nasihat bijak Raja Salomo, adalah
”Pemahaman seseorang pasti memperlambat kemarahannya.” (Amsal 19:11). ”Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.” (Pengkhotbah 7:9), Kalau kamu gampang tersinggung, kehidupanmu bakal sengsara. Marilah kita sesering mungkin bertanya pada diri sendiri “Pernahkah aku seperti itu juga kepadanya?" (Matius 7:1-5). Problem yang serius perlu dibahas dan diselesaikan. Tapi, haruskah kamu berkeras agar saudaramu atau sahabat dan kerabatmu bertanggungjawab atas setiap kekeliruan yang ia lakukan (apalagi bila ternyata bahwa sesunguhnya dia tidak ikut melakukan atau terjadi bukan karena kehendaknya semata (tunggal))? Allah senang bila kamu rela ”memaafkan pelanggaran”. (Amsal 19:11), ingatlah, kesanggupan untuk menyelesaikan konflik tanpa melibatkan orang lain merupakan petunjuk bahwa kamu bersikap dewasa.
Daripada terobsesi dengan kesalahan sahabat, kerabat dan orang lain, mengapa tidak mencari kesempatan untuk memberi tahu dia apa yang kamu kagumi dari dirinya? (Mazmur 130:3); dalam banyak tempo dikehidupan ini mungkin saja bahwa kerabatmu bukan teman karibmu. Tetapi itu bukanlah masalah karena kita bisa memperkuat persahabatan dengan kerabat itu bila kita ’terus bersabar seorang terhadap yang lain’, bahkan sewaktu kamu punya alasan yang sah ”untuk mengeluh” tentang mereka. (Kolose 3:13) Dengan demikian, kakak-adikmu, saudara, teman, sahabat dan kerabat tidak akan terlalu membuat kita kesal dan, kita mungkin tidak akan terlalu membuat mereka jengkel juga!
Sudah berpuluh tahun lamanya aku tidak membaca Kitab yang setiap hari kalian membacanya sebagaimana aku kutipkan diatas, tetapi Alhamdulillah hari ini aku bisa memberi nasehat dan sedikit tips dalam bahasa yang Insyallah kalian mengerti.
Yang pasti untuk kita pahami bersama bahwa hendaklah membangun keharmonisan dimanapun, karena lajimnya keharmonisan adalah impian semua orang. Karena dengan keharmonisan, apa yang diimpikan; yaitu menjadikan rumah sebagai surga akan terwujud. Karenanya keharmonisan bukan hanya milik orang tertentu diantara kita, melainkan untuk semua pihak yang terlibat didalam interaksi sosial kita; antara orang tua dan anak, juga antara saudara sekandung; kakak dan adik dan pihak lain diluar itu. Dalam banyak kesempatan bahwa membiarkan konflik dan ketidak nyamanan berlarut-larut hanya akan membawa dampak buruk kepada siapa saja yang ada disekeliling kita (menjadi pencemburu, egois, iri dan dengki), juga akan menjadi ancaman bagi keharmonisan dan keutuhan itu sendiri. Sudah bisa dipastikan, jika sudah demikian maka lingkungan pergaulan akan menjadi rumah kedua bagi mereka yang demikian.
Al-Ghazali di dalam Ihya-nya mengatakan ”Hati anak-anak masih suci bagaikan tambang asli yang masih bersih dari segala corak dan warna. Ia siap dibentuk untuk dijadikan apa saja tergantung keinginan pembentuknya. Jika dibiasakan dibina untuk menjadi baik, maka ia pun akan menjadi baik. Dan kedua orang tua, para guru dan pendidiknya pun akan menuai kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun sebaliknya, bila dibiasakan terhadap keburukan dan diabaikan pembinaannya laksana binatang ternak, maka buruklah jadinya dan ia pun akan merugi. Orang tua dan para pendidiknya pun akan turut menanggung dosanya”
Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap anak yang baru dilahirkan itu lahir dalam keadaan fithrah. Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi”(HR. Bukhari)
Kita sebagai orang tua memegang peranan penting dalam mempersiapkan anak-anak menjadi putra-putri yang shalih dan shalihah; taat kepada Allah Swt, berbakti kepada kedua orang tua serta memiliki kepribadian yang mumpuni. Orang tua yang menyiapkan anak-anaknya menjadi shalih dan shalihah dido’a-kan oleh Rasulullah Saw, ”Semoga Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya menjadi anak yang berbakti” (HR. Ibnu Hibban). Untuk membangun keharmonisan antara kerabat, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari seluruh anggota dan pribadi yang terlibat dalam pergaulan itu
Bagaimana caranya? Berikut kiat-kiatnya :
Mengerti akan kewajiban termasuk tentang adab dan akhlaq kepada saudara sejak dini menjadi penting. Secara umum setiap kita sebagai orang yang dewasa terlebih sebagai orang tua, pasti mengharapkan anak-anaknya, sahabatnya, kerabatnya menjadi orang dan pribadi yang shalih dan shalihah, taat kepada Allah dan RasulNya, hormat dan patuh pada orang tua dan saling menyayangi antara saudara sekandung; kakak menyayangi adik dan adik hormat pada kakaknya.
Sehingga hendaklah kita semua menjadi sosok hamba Allah yang sami’naa wa atho’naa terhadap segala perintah dan laranganNya. Persoalan menanamkan pemahaman yang benar tentang adab dan akhlaq kepada anak, saudara kandung pun juga kerabat dan sahabat tidak bisa dilakukan secara instan. Butuh proses dan perjuangan dalam membiasakan diri untuk saling menghormati dan menyayangi satu sama lain.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabari dari Kulaib Al-Juhani ra. Bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Saudara tua adalah orang yang menempati posisi orang tua”.
Mari simak kutipan berikut ini:
”Orang-orang yang bersikap adil akan (dimuliakan dengan) ditempatkan di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, yaitu orang yang adil dalam (melaksanakan) hukum (syari’at)nya, (adil) terhadap keluarga dan apa saja yang mereka pimpin”. (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ’Ash)
Oleh karenanya dengan tulisan yang sudah panjang dikali lebar diatas hendaklah kita melihat masalah yang terjadi secara objektif, siapa yang benar dan siapa yang salah. Jangan pernah menyalahkan salah satu pihak, meskipun memang satu diantara keduanya melakukan kesalahan. Karena menyalahkan salah satu pihak bukanlah tindakan bijaksana. Memberikan motivasi kepada dua belah pihak untuk saling memaafkan satu sama lain adalah cara terbaik. Doronglah mereka untuk berani meminta maaf (jika berbuat salah), dan berlapang dada untuk memaafkan. Berikan apresiasi jika ada salah satu diantara mereka yang mau mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu. Gambarkan bahwa Allah Swt sangat mencintai hamba-hambaNya yang menyadari kesalahannya lalu meminta maaf dan memohon ampunan kepadaNya. Allah Swt juga mencintai hamba-hambaNya yang mau memaafkan kesalahan orang lain.
Hargailah pihak yang benar lalu tumbuhkan empatinya, agar ia tidak memposisikan dirinya sebagai pemenang. Juga tenangkan dan hiburlah yang salah, agar ia tidak merasa terpojok. Disinilah pentingnya kedewasaan menghargai perasaan masing-masing dan melihat permasalahan dengan jernih serta tidak bertindak emosional.
Jadi jelas bahwa belajar tentang hidup dan kehidupan ini tidaklah mudah dan tidaklah pernah berakhir dan juga tidak akan pernah selesai, ga ada habisnya selama hayat di kandung badan.
Selamat mencoba yang pendek-pendek dan sederhana saja
Salam berbagi manfaat
No comments:
Post a Comment