Friday, January 29, 2016

Pelajaran Hidup dan Kehidupan

Ada banyak orang yang dengan sadar ataupun tidak merasa bahwa dirinya telah lulus dari berbagai macam hal terkait tentang hidup. Merasa bahwa apa yang sudah diputuskan dan dilakukan adalah yang paling benar dan baik, tanpa berusaha untuk menimbangnya kembali, dengan lebih seksama dan dalam, benarkah yang dilakukan adalah yang terbaik? Kadang karena situasi pada saat memutuskan dan seluruh hal juga peristiwa yang melatarbelakanginya, kita beranggapan bahwa itu adalah yang terbaik (minimal pada saat itu), padahal hidup tidaklah demikian. Hidup dan kehidupan ini akan terus berjalan dan harus berjalan sekalipun kita dalam memutuskan sesuatu salah ataukah tidak. Maka dari itu berpikir secara jernih dan bertimbang dengan matang adalah sebuah keharusan dalam memutuskan sesuatu terkait hidup dan kehidupan, pun demikian halnya dengan hubungan kemaslahatan dan kekerabatan kita.
Maka dari itu hendaklah kita mengenali masalah yang sebenarnya, ini menjadi sangat penting, karena boleh jadi bahwa yang menyebabkan kemarahan dan lain sebagainya, dan yang melatar belakangi sikap dalam memutuskan sebuah persoalan, sebenarnya bukanlah masalah yang sebenarnya, sehingga keputusan yang kita ambil pasti salah, percuma, tak berguna, atau bahkan hanya akan mendatangkan masalah yang lebih pelik berikutnya. Banyak masalah antar sesama yang kadang tidak terselesaikan atau bahkan menjadi parah oleh karena kegagalan kita dalam memahami konsep dasarnya. Sebagai contoh misalnya bahwa problem antara kerabat dan sahabat itu terkadang seperti jerawat. Gejala dari sebuah jerawat adalah tonjolan yang tidak enak dilihat, tapi penyebabnya adalah infeksi di bawah kulit. Begitu juga, konflik yang menyebalkan antara kerabat dan sahabat sering kali hanyalah gejala, bukan masalah sebenarnya. Kita mungkin bisa mengatasi jerawat dengan memencetnya. Tapi, itu hanya membereskan gejalanya dan bisa meninggalkan bekas atau memperparah infeksinya. Tindakan yang lebih baik adalah mengatasi infeksinya sehingga itu tidak menyebar. Demikian pula halnya dengan problem dalam pergaulan internal dan ekternal kita. Cari tahu penyebabnya, sehingga yang kita pikirkan bukan insidennya melainkan akar problemnya. Nasihat bijak Raja Salomo, adalah

Tuesday, January 26, 2016

Daripada Pecah Dimulut Lebih Baik Pecah Diperut

Dahulu hingga sekarang, bagi saya adalah istilah untuk menggambarkan identitas, jati diri, komitmen, dedikasi dan loyalitas atas pertemanan serta kesetiakawanan yang saya kenal dan ketahui, juga pegang teguh dimasa-masa saya masih sekolah ditingkat SMA yang ketika itu lebih banyak bergaul di "jalanan" ketimbang duduk manis di rumah sebagai "anak mama".
Dahulu ketika masih suka nongkrong dan melakukan berbagai macam bentuk kenakalan remaja (bahkan terkadang kenakalan orang dewasa) saya memang lebih banyak berkumpul dengan berbagai macam pelaku pelanggar norma dan hukum, terkenang masa-masa itu disebuah ibu kota kabupaten, kota tua kecil, semuanya terasa menjadi begitu mudah dan gampang ada dalam genggaman. Dengan semangat partisipatif dan segala apa yang saya miliki dan tidak miliki saya begitu asyik karena diterima baik bahkan cukup mendapat perhatian dari kalangan tertentu dan terbatas ketika itu, dengan bermodalkan setiakawan, dalam beberapa kesempatan saya terlibat dalam berbagai perkelahian individu dan kelompok, mulai dari kelompok siswa, kelompok gank, kelompok preman dan copet sampai dengan kelompok..., manis sih untuk dikenang terlebih disaat seperti sekarang, karena semuanya itu pada akhirnya dititik tertentu menghantarkan saya pada sebuah perhentian untuk kemudian mengambil hikmah dan kesimpulan dan seterusnya jadilah saya menjadi bukan siapa-siapa sebagaimana pada hari ini, selain daripada diri sendiri.

Sunday, January 17, 2016

Teroris vs Sepatu vs Selfie

Sudah menjadi kebiasaan di masyaraakat dan media (mungkin) bahwa dalam banyak hal dan banyak momentum kita selalu ramai ngeributin yang tidak essensial, ramai ngebahas (dengan porsi yang lebih besar atau sama) hal yang remeh temeh dengan inti persoalan, sehingga pada akhirnya kita abai terhadap substansi mengenai sebab, latar belakang, akibat, penanganan, dan penanggulangannya, kita hanya bisa dengan gagah berani menulis tagar #kamitidaktakut, sebenarnya yang menjadi pokok masalah adalah bukan soal situ takut atau tidak karena situ sebenarnya adalah bagian terpenting yang (se)harusnya dan sudah dilindungi oleh negara.
Yang menjadi pemikiran kita seharusnya adalah, mengapa dari ratusan negara yang ada dimuka bumi ini, jika bahasannya terkait dengan teroris, maka negara kita adalah salah satu yang paling menonjol diantaranya? Entah itu karena banyaknya peristiwa teror yang kemudian memakan korban yang tidak sedikit, ataukah karena adanya dibeberapa wilayah di Indonesia yang dapat dikatakan menjadi "mesin kaderisasi/pusat pelatihan" pelaku teror dengan lahirnya istilah eks pusat pelatihan bla...bla...bla, angkatan bla...bla...bla...., atau sebagaimana kebiasaan pengiriman tenaga kerja keluar negeri (sebagai dampak ekonomi nasional/domestik/regional/lokal yang tidak kunjung membaik) sejalan dengan itu ternyata kita juga termasuk kontributor/principal personil kelompok-kelompok yang sedang bertikai yang ada di negara-negara timur-tengah yang kerap dengan sengaja serta sadar kita kacaukan maksud dan tujuan yang melatarbelakanginya dengan memberi label jihad(is).

Wednesday, January 13, 2016

Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman

Dapat dipahami bahwa falsafah ini dilahirkan sebagai pertanda bahwa hidup itu dinamis dalam rentang waktu yang tak berbatas dan bertepi (seumur adanya hidup), oleh karena itu sebagai mahluk dimana kita selalu berinteraksi dengan segala apa yang ada beserta seluruh hal yang menyertainya, maka sebaiknya hendaklah kita memahami falasafah ini:
Ojo gumunan: bentuk larangan untuk tidak mudah kagum atau heran dengan perkembangan keadaan dan peristiwa atau benda yang terutama bersifat materi dan keduniawian terlebih dengan perubahan prilaku dari baik menjadi tidak (menurut kita padahal menurut orang lain belum tentu). Masyarakat kita sekarang ini mudah sekali untuk nggumun atau kagum terutama dengan berbagai bentuk pemberitaan atau tayangan melalui media massa. Bentuk kengggumunan dan kekaguman ini sayangnya hanya sebatas nggumun, tanpa pernah mencari tau sebab dan akibatnya melalui sebuah introspeksi, melihat dan membanding-bandingkannya serta mengandaikan terhadap diri sendiri. Sebagian besar dari kita hanya menjadi penonton, berdiri di pinggir, bertepuk tangan, kadang misuh (memaki) dan mengumpat, tanpa pernah bisa ikut menentukan hasil akhir, sehingga pada tataran tertentu juga harus diartikan bahwa kita harus berubah untuk lebih baik, selalu memperbaiki diri dan menyesuaikan diri dengan keaadan dan perubahan keadaan sekitar. Hendaklah kita menjadi subjek dan bukan sekedar objek.

Sorga ada dibawah telapak (kaki Ibu)


Sering kita bertemu dengan orang yang dengan tulus merawat orang tuanya. Ciri-cirinya mereka sangat care, helpful, cepat tanggap dan jarang mengeluh. Tutur kata yang keluar dari mulut mereka sangat lembut dan tertata. Tampaknya mereka khawatir kata-kata yang keluar dari mulutnya bisa menyakiti orang tuanya.
Sejauh pengamatan saya, orang-orang yang dengan tulus merawat orang tuanya kehidupannya selalu bahagia. Bila ia pengusaha, bisnisnya lancar. Jika ia bekerja karirnya cepat melejit. Bukan hanya itu, anak-anak mereka juga menjadi anak yang baik, cerdas dan sholeh.
Apakah setiap orang yang hidup bersama orang tuanya selalu bahagia? Jawabannya, tidak. Saya bertemu dengan banyak orang yang seperti ini. Mereka hidup bersama orang tuanya tetapi kehidupan pribadinya justru berantakan.

Saturday, January 9, 2016

Mencintai Politik Sesungguh Hati dan Segenap Jiwa (ono tah?)

Kebencian dan segala sifat serta sikap negatif pada dasarnya tidaklah sehat dan lebih pada menuju kehancuran diri sendiri daripada orang lain, terlepas itu sadar atau tidak cepat ataupun lambat, karena hal tersebut bukan merupakan sifat dan Kemahaan Tuhan yg maha segalanya, pun demikian didalam politik, karena sejatinya politik adalah seni dalam melahirkan kebijakan yang positif bagi rakyat dengan satu-satunya cara yang diyakini baik yaitu demokrasi, demokrasi yang benar dan sehat serta ter ukur, sehingga jika kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam politik (untuk mencapai tujuan politik) segala cara daya dan upaya adalah 'halal' maka dapat kita pahami bahwa orang yang demikian adalah pribadi yang sesungguhnya tidak mudeng dengan sejatinya politik; tidak mudeng bahwa politik itu penuh di isi dengan sekumpulan norma positif yang resisten terhadap semua hal yang bersifat culas dan curang, karenanya lazimnya bahwa politik itu adalah 'missi suci', bukan yang lain. Jaga pikiran dan hati anda terlepas anda suka atau tidak dengan politik dan politikus.

Friday, January 8, 2016

Jabatan itu akhirnya Tanpa Marwah Hanya Karenamu ndes...?!

Adakah kita pernah berpikir di balik hiruk pikuknya politik, di balik kegaduhan yang tercipta karena syahwat kekuasaan, bahwa sesungguhnya seluruh jabatan publik dan posisi politis adalah sesuatu yang holistik?! Pasti ente semua akan jawab "terpikirkan", jika memang terpikirkan kog prilaku kita dalam perspektif yang luas masih sering kali memalukan, memperjuangkan sesuatu yang sebenarnya diluar "keyakinan" kita, memperjuangkan sesuatu yang sebenarnya kita ketahui sudah kadaluarsa untuk dimiliki oleh masyarakat luas, menuntut tanpa mau berserah, berjuang tanpa mau berserah, memilih tanpa mau berserah, bagaimana bisa semua nya kemudian mendadak joged (eh...sontak) menjadi amanah?? Amanah dari mana dan bagaimana jalan ceritanya yang demikian itu bisa amanah?! karena setahuku bahwa amanah atau bukan dan tidak akan hadir dalam sebuah kepemimpinan sekonyong-konyong koder begitu saja; akan tetapi ada sebuah proses panjang, ada keringat pengorbanan dalam ketulusan yang tanpa "motif" dan bebas modus.
MEMILIH DENGAN CARA YANG BAIK DAN BENAR ADALAH SAMA PENTINGNYA DENGAN MENJADI PEMIMPIN YANG BAIK DAN BENAR!! ini adalah hukum yang tidak bisa ditawar, nah lalu bagaimana dengan para pialang yang selalu menjadi perantara alias makelar; baik makelar antara calon dengan rakyat bermuara pada duit dan suara, juga makelar antara calon dengan kendaraan politik yang bermuara pada duit dan rekom?? Wallahu A'lam Bishawab hanya Tuhan lah yang pantas memutuskan jalan dan nasib kalian kemudian.

Tuesday, January 5, 2016

(late pos) TUHANku TUHAN PALSU

November 2011
Selama ini aku begitu taat dan patuh terhadap apa yang disampaikan oleh pemimpinku , dia bilang padaku bahwa apapun yang aku lakukan selalu dalam pengawasan sang TUHAN, aku begitu patuh padanya, aku begitu rajin menjalankan ibadahku demi menyembah TUHANku hingga pada suatu ketika aku tersadar bahwa TUHAN yang kusembah adalah TUHAN PALSU!
Aku selalu menuruti apapun yang diucapkan oleh pemimpinku dia bercerita tentang pengetahuannya tentang TUHAN kami, hingga berhasil membuatku berimajinasi tentang TUHAN, ternyata selama ini aku hanya menyembah imajinasiku saja bahkan lebih dari itu aku menyembah imajinasi pemimpinku tentang TUHAN, semenjak saat itu aku mulai mencari dimana TUHANku, maka aku pun berlari mencari pemimpinku yang baru, namun kudapati hal serupa dimana sang pemimpin hanya mampu menjelaskan TUHAN imajinasi yang masih jauh dari realita TUHAN itu sendiri. Namun aku heran, sungguh sangat heran ketika si pemimpin memiliki begitu banyak pengikut yang percaya dan yakin akan TUHAN imajinasi yang dicitrakan oleh para pemimpin mereka.
Aku pun ketakutan, aku sendirian aku terus meratap memohon sebuah pengertian dan izin untuk mengenal TUHAN SEJATI bukan TUHAN imajinasi yang selama ini kusembah.
Aku berlari kesetiap penjuru dunia dan bertanya tentang MU TUHAN, namun mereka semua “buta“ karena mereka pun belum pernah melihat wujud MU, mereka semua “tuli” karena tak satupun dari mereka mendengar suara MU, akhirnya aku pun terdampar dalam kegelisahan dan kerinduan ku pada MU , sampai akhirnya aku tergoda untuk melihat diriku sendiri ya diriku sendiri .
Ahh….., sudahlah aku tak mau lagi percaya dengan imajinasi setiap pemimpin, bahkan aku tak mau lagi mempercayai pikiran dan imajinasiku tentang MU, biar kuyakini saja keberadaan MU disini, hanya dalam hatiku sendiri bukan untuk kubagi dengan yang lain, hanya aku sendiri! (RS)
Surat Rindu

Monday, January 4, 2016

Senggol Bacok

Jika saja kalimat diatas bener-bener terjadi, hmmm....sulit untuk dibayangkan (lagian buat apa juga dibayangin...), dampaknya terhadap sosial ekonomi masyarakat yang demikian. belum lagi ditambah dengan semangat "lirik kawin" ini mah lebih parah lagi....
Yang manapun dari kedua "prilaku" diatas tentunya bukanlah sesuatu yang bener-bener terjadi, akan tetapi ramainya kemajuan n peminat dunia maya akhir-akhir ini membawa dampak terhadap maraknya memey-memey nyeleneh bermunculan, dan itu sering kali dimanfaatkan oleh banyak orang dan semua jenis kelamin pada tingkatan umur yang manapun juga dimanfaatkan untuk mengungkapkan rasa secara terbuka. Apakah itu disengaja karena kondisi psikologis yang memang sedang lagi bad mood, illfil, jutek, bete, terhadap siapalah, keadaanlah, diri sendirilah dan masih banyak lagi. saking parahnya sampai-sampai aparat penegak hukum menegaskan kembali perihal tentang "ungkapan kebencian didepan khalayak."
Sesungguhnya jika boleh jujur, sebenarnya kita ini lebih membutuhkan sejumlah perangkat yang berisikan norma hukum terkait dengan sikap dan prilaku moral kita kah, atau disisi lain sebenarnya kita jauuh lebih membutuhkan therapy moral, therapy prilaku, therapy psikologis, therapy mentalitas, therapy gaya bicara dan bergaul, yang intinya sebenarnya bahwa kitalah yang harus berbenah, bukan aturan yang kurang banyak untuk mengatur.
google.com or senggolbacok1.blogspot.co.id